Rabu, 29 Oktober 2014

PERTANYAAN DAN JAWABAN TENTANG FILSAFAT BAGIAN I




Lima pertanyaan tentang Filsafat berikut ini ditanyakan oleh teman saya  Sdri. Siti Rahmalia Natsir,S.Pd dan  dijawab oleh saya, Maria Rosadalima Wasida, S.Pd.


Pertanyaan ke-1:
“Bagaimana kedudukan manusia dalam filsafat?”

Jawaban saya:
Filsafat dapat diartikan sebagai bagian dari pikiran-pikiran manusia tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan segala yang ada dan yang mungkin ada. Menurut saya kedudukan manusia dalam filsafat terkait dengan hubungan antara pemikiran manusia dengan filsafat itu sendiri. Tanpa ada hubungan dengan filsafat, manusia tidak dapat menentukan seperti apa dan bagaimana kedudukannya. Hubungan antara manusia dengan filsafat tersebut dapat ditemukan dari, oleh dan untuk dirinya sendiri dalam setiap pemikirannya. Jadi, kedudukan manusisa dalam filsafat itu muncul ketika manusia mampu menghubungkan atau memberi hubungan berupa pikirannya sendiri dalam berfilsafat. Pemikiran manusia dalam berfilsafat dapat digunakan sebagai referensi, refleksi ataupun untuk hal-hal yang bernilai positif lainnya.


Pertanyaan ke-2:
“Manusia di dalam kehidupannya terkadang hanya ingin menggapai kesenangan. Apakah bisa dikatakan bahwa apapun yang dilakukan manusia tujuan akhir adalah menggapai kesenangan? Bagaimana filsafat memandang hal itu?”

Jawaban saya:
Dalam filsafat dijelaskan paparan Aristippos bahwa “manusia sejak masa kecilnya selalu mencari kesenangan dan bila tidak mencapainya, manusia itu akan mencari sesuatu yang lain lagi”. Pandangan tentang 'kesenangan' (hedonisme) ini kemudian dilanjutkan seorang filsuf Yunani lain bernama Epikuros . Menurutnya, “tindakan manusia yang mencari kesenangan adalah kodrat alamiah” (http://id.wikipedia.org/wiki/Hedonisme). 
Menurut pendapat saya tujuan akhir dari apa yang dilakukan manusia adalah untuk menggapai kesenangan sebab kesenangan dapat memberi kepuasan tersendiri bagi manusia. Tak ada satupun manusia di dunia ini yang tidak menginginkan kesenangan selama kesenangan tersebut diartikan sebagai sesuatu yang memberikan manfaat yang baik bagi kehidupan. Kesenangan diinginkan manusia untuk memenuhi kepuasan lahir dan batin. Kepuasan lahir misalnya kesenangan manusia dalam pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari, sedangkan kepuasan batin misalnya kesenangan yang timbul dari perasaan tulus dan ikhlas manusia untuk saling mencintai dan dicintai. Namun, kesenangan pun memiliki batasan artinya kesenangan janganlah menjadi upaya manusia untuk mencapai kepuasan yang bernilai negatif. Kesenangan untuk menggapai kepuasan yang negatif ini tentunya kurang bermanfaat dan dapat merugikan manusia dan sebaiknya dihindari.


Pertanyaan ke-3:
“Bagaimana filsafat menjelaskan mengenai jati diri seorang manusia?”

Jawaban saya:
Jati diri seorang manusia dalam filsafat berkaitan dengan kebebasan manusia untuk menjadi dirinya sendiri tanpa paksaan atau terikat oleh orang lain. Untuk menjadi dirinya sendiri, manusia hendaknya tidak munafik atau berpura-pura sehingga dengan menjadi dirinya sendiri, manusia dapat menemukan jati dirinya.  Selain itu, manusia juga harus menjalin relasi dengan sesamanya sehingga dapat belajar dari pengalaman orang lain. Jadi, dalam berfilsafat jati diri itu lahir ketika sesorang mampu menjadi dirinya sendiri dan dapat berhubungan dengan sesama untuk menyelaraskan jati dirinya.


Pertanyaan ke-4:
“Mengapa kita harus membangun filsafat sendiri?”

Jawaban dari saya:
Definisi filsafat menurut Harol H. Titus adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap kritis yang dijunjung tinggi. Ini merupakan sikap terbuka, toleransi dan bersedia meninjau segala sudut masalah tanpa prasangka. Berdasarkan definisi ini saya berpendapat bahwa kita harus membangun filsafat kita sendiri karena sebenarnya filsafat merupakan pemikiran kita akan segala sesuatu. Dengan membangun filsafat sendiri kita dilatih untuk menumbuhkan kepercayaan akan sesuatu dan mampu berpikir kritis, mencari tahu segala sesuatu dan dapat merefleksikannya sehingga berguna bagi diri kita dan orang lain.


Pertanyaan ke-5:
Kata hati manusia atau suara batin manusia. Bagaimana penjelasan dua hal tersebut? Dan bagaimana kita yakin bahwa itu adalah kata hati kita?

Jawaban dari saya:
Penjelasan tentang kata hati dan suara batin manusia saya ambil dari buku berjudul Filsafat Manusia karangan Dr. H. Burhanuddin (hal. 113) yang menjelaskan bahwa “Kita sebutkan sebagai kata hati atau suara batin karena tak terucapkan, hanya dalam hati atau batin saja, tidak terlihat atau kedengaran”. Jadi, menurut saya kata hati atau suara batin itu hanya bisa dirasakan oleh manusia saja tanpa bisa diucapkan, dilihat dan didengar. Kata hati atau suara batin manusia berkaitan dengan kesadaran manusia dalam mengambil tindakan untuk menentukan setiap keputusan. Hal ini berarti, dalam setiap keputusan yang dibuat, manusia memperoleh pengalaman dalam hidup dan mengerti akan arti diri sendiri. Sehingga dapat dikatakan bahwa kita akan yakin bahwa itu merupakan kata hati kita ketika kita mampu berpikir secara jernih, bersikap ikhlas dan dengan penuh kesadaran diri kita mengambil keputusan yang paling tepat serta yang paling utama dan terutama adalah senantiasa berserah pada kehendak Tuhan yang Maha Esa dengan memohon petunjuk-Nya.

Demikian jawaban saya terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh teman saya. Jika ada kesalahan saya mohon maaf. Terima kasih.



Maria Rosadalima Wasida, S.Pd
14709251038
Program Pascasarjana Pendidikan Matematika
Universitas Negeri Yogyakarta

Berusaha Menggapai Jawaban Pertanyaan



“Lima pertanyaan tentang Filsafat berikut ini ditanyakan oleh teman saya  Sdri. Maria Rosadalima Wasida dan  berusaha dijawab oleh saya, Siti Rahmalia Natsir ”

1.    Apakah hubungan antara filsafat dengan keraguan?
Jawaban saya:
     Salah satu penyebab lahirnya filsafat adalah keraguan. Untuk menghilangkan keraguan diperlukan kejelasan. Berfilsafat merupakan suatu perjuangan untuk mendapatkan kejelasan pengertian dan kejelasan seluruh realitas dari keraguan mengenai suatu hal. Jadi jelas bahwa hubungan antara filsafat dengan keraguan yaitu dari timbulnya keraguan munculah rasa keingin tahuan untuk memperoleh kejelasan. Perjuangan memperoleh kejelasan itulah berfilsafat. Dan pada akhirnya filsafat menjawab keraguan itu.

2.    Bagaimanakah seseorang bisa berpikir secara rasional dalam berfilsafat?
Jawaban saya:
     Berpikir secara rasional adalah berpikir sistematis, logis dan kritis. Berpikir sistematis, logis dan kritis adalah ciri bepikir rasional. Berpikir rasional ini merupakan salah satu sifat dasar filsafat. Artinya seseorang berpikir rasonal dalam berfilsafat yaitu bukan hanya sekedar menggapai pengertian-pengertian yang dapat diterima oleh akal sehat , melainkan agar sanggup menarik kesimpulan dan mengambil keputusan yang tepat dan benar dari premis-premis yang ada. Pemikiran yang ada saling berhubungan satu sama lain dan saling berkaitan. Tanpa berpikir logis, sistematis dan koheren  tidak akan mungkin diraih kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan. Semua itu dapat dicapai ketika hati dan pemikiran sejalan sehingga ketika seseorang berfilsafat dalam hidupnya akan selalu berada dijalan yang benar.

3.    Seperti apa peran filsafat ketika manusia mengalami pengaruh yang kurang baik dalam perkembangan IPTEK?
Jawaban saya:
     Perkembangan IPTEK memberikan pengaruh yang sangat besar bagi kehidupan. Perkembangan IPTEK membawa dampak positif dan dampak negatif. Kalau saya boleh berpendapat, perkembangan IPTEK sebenarnya memberikan pengaruh yang positif bagi kehidupan manusia untuk menjawab tantangan masa depan. Memanfaatkan ilmu yang baru dengan hal yang positif itu sangat membantu. Tetapi kita tidak boleh juga mengacuhkan “dampak negatif”. Bagi saya bukan IPTEKnya yang membawa pengaruh negatif, melainkan manusianya yang tidak menggunakan pada ruang dan waktunya.
     Berfilsafat bagi saya bisa mengetahuai yang ada dan mnungkin ada. Filsafat ilmu mempelajari segala bidang. Ada filsafat etika dan estetika, filsafat hidup, filsafat akal dan filsafat agama. Kalau kita mengetahui filsafat-filsafat tersebut dengan menggunakan pada ruang dan waktunya maka pengaruh yang kurang baik dalam perkembangan IPTEK tidak perlu dicemaskan, karena kita mengetahui apa makna dan tujuan hidup kita.
4.    Menurut pendapat anda apakah filsafat juga berperan dalam pengambilan keputusan? Bagaimana kedudukan filsafat dalam pengambilan keputusan tersebut?
Jawaban saya:
     Pengambilan keputusan berkaitan dengan berpikir rasional. Filsafat yang kita bangun pada diri kita sendiri secara otomatis akan mempengaruhi setiap pengambilan keputusan. Berfilsafat yakni berusaha memahami sesuatu, jadi ketika kita dihadapakan pada hal-hal yang rumit maka dengan kita memahami, kita bisa menentukan pilihan.

5.    Dalam filsafat seperti apakah dan bagaimanakah kedudukan iman dalam hidup?
Jawaban saya:
    Dalam bahasa Indonesia kata iman biasanya diartikan dengan kepercayaan atau keyakinan dilihat dari pengertian istilah, iman itu paling tidak mengharuskan adanya pembenaran keyakinan akan adanya Tuhan dengan segala keEsaan-Nya dan segala sifat kesempurnaan-Nya serta pembenaran dan keyakinan terhadap Muhammad Rasulullah SAW dan risalah kerasulan yang ia bawa. Iman dalam Dienul Islam menempati posisi amat penting dan strategis sekali. Karena iman adalah asas dan dasar bagi seluruh amal perbuatan manusia. Tanpa iman tidaklah sah dan diterima amal perbuatannya.

Jawaban-jawaban dari pertanyaan di atas masih jauh dari apa yang dimaksudkan dalam filsafat ilmu. Setelah mendapatkan penjelasan mengenai pertanyaan tersebut dari Bapak Prof. Dr. Marsigit, M.A maka saya akan menampilakan kembali jawaban-jawaban pertanyaan tersebut.”

Jumat, 24 Oktober 2014

BerSyukUrlah!



Manusia hidup di bekali dua, yakni potensi fatal dan potensi fital. Potensi fatal adalah mengikuti suratan takdirnya dan suratan takdir itu di pengaruhi oleh ikhtiar.
Potensi kita  sebagai wanita maka itulah takdir kita sebagai wanita dan takdir berikunya setelah ikhtiar dalam dunia wanita dengan menggunakan prinsip-prinsip, hukum-hukum, dalil dan teorema serta ketentuan-ketentuan teori-teori yang dibuat manusia maka 20 tahun lagi kita bisa membayangkan sebagai ibu rumah tangga dan akan menjadi sorang nenek. Ini adalah takdir, yang akan tetapi sudah bisa dibaca berdasarkan prinsip, hukum, dalil, teorama, serta teori-teori tersebut.
Pada zaman sekarang ini kita kenal sebuah istilah trans gender. Perubahan fisik seseorang akan susah untuk merubah sifat seseorang yang sudah ada sejak lahir. Mungkin ada orang yang tertipu pada penampilan luarnya saja, maka itulah pentingnya kita mempelajari filsafat agar kita tidak hanya mengenal kualitas pertama saja, melainkan mengenal kualitas keduanya juga. Atau dalam arti lain mengenal yang ada dan mungkin ada pada diri seseorang semapu-mampunya, meskipun yang ada dan mungkin ada pada diri seseorang tidak akan mampu kita mengetahui secara keseluruhan dengan segala keterbatasan kita sebagai manusia. Karena sebanar-benarnya manusia adalah sempurna ciptaan Tuhan tetapi di dalam ketidak sempurnaannya dan segala keterbatasannya. Segala keterbatasan dan kekurangan manusia itu mempunyai tujuan agar hati manusia menjadi tenang dan selalu bersyukur kepada Maha Pencipta, Allah SWT.

Immanuel Kant "Apriori dan Aposteriori"



Immanuel Kant lahir pada tahun 1724 M di Konisbergen, Prusia, Jerman. Sejak kecil ia tidak meninggalkan desanya, kecuali hanya beberapa waktu singkat untuk mengajar di desa tetangganya. Pemikiran-pemikiran Kant yang penting diantaranya ialah tentang “akal murni”. Menurutnya, dunia luar itu diketahui hanya dengan sensasi, dan jiwa bukanlah sekedar tabula rasa, tetapi jiwa merupakan alat positif, memilih dan merekonstruksi hasil sensasi yang masuk itu dikerjakan oleh jiwa dengan menggunakan kategori, yakni mengklasifikasikan dan memersepsikannya ke dalam idea.
Menurut Kant pengenalan indrawi terdapat dua bentuk apriori  yaitu ruang dan waktu. Kedua-duanya berakar dalam struktur subjek sendiri. Kita hanya mengenal gejala-gejala yang merupakan sintesis antara hal-hal yang datang dari luar (aposteriori) dengan bentuk ruang dan waktu (apriori).
Sensasi-sensasi masuk melalui alat indra. Ada lima alat indra. Melalui indra itu, sensasi-sensasi itu kemudian masuk ke otak, lalu objek itu diperhatikan, kemudian disadari. Sensasi-sensasi itu masuk ke otak melalui saluran-saluran tertentu, yaitu hukum-hukum. Karena hukum-hukum itulah, tidak semua stimulus yang menerpa alat indra dapat masuk ke otak. Penangkapan itu telah diatur oleh persepsi sesuai dengan tujuan. Tujuan inilah hukum-hukum itu. Ada stimulus dua dan tiga, memberi respon lima jika bertujuan menjumlahkannya, enam bila bertujuan mengalikannya. Jadi, hubungan-hubungan sensasi itu tidak terbentuk, sekedar karena ada tujuan. Inilah hukum itu. Jadi, tujuan itulah yang memilih dan mengarahkan penggunaan sensasi dan pemikiran dari tujuan jiwa.
Menurutnya jiwa yang memberi arti terhadap stimulus mengadakan seleksi dengan menggunakan dua cara yang amat sederhana. Pesan-pesan (dari stimulus) disusun sesuai dengan ruang (tempat) datangnya sensasi, dan waktu terjadinya sensasi itu. Jiwa itulah yang mengerjakan itu, yang menempatkan sensasi dalam ruang dan waktu, menyifatinya dengan ini atau itu, sekarang atau nanti. Ruang dan waktu bukanlah sesuatu yang dipahami. Ruang dan waktu adalah alat persepsi. Oleh karena itu, ruang dan waktu itu apriori.
Pengenalan manusia atas sesuatu itu diperoleh atas perpaduan antara unsur apriori yang berasal dari rasio serta berupa ruang dan waktu dan peranan unsur aposteriori yang berasal dari pengalaman yang berupa materi.
Dengan kritisisme yang diciptkan oleh Immanuel Kant, hubungan antara rasio dan pengalaman menjadi harmonis, sehingga pengetahuan yang benar bukan hanya apriorinya, tetapi juga aposteriorinya, bukan hanya pada rasio, melainkan juga pada hasil indrawi.